Gempa Turki, gempa besar di 2023
Tak ada yang menyangka jika hari itu akan terjadi gempa. Meski Turki termasuk wilayah yang rawan gempa sebagaimana Jepang juga Indonesia. Di Turki terdapat lempeng Anatolia Timur yang membentang dari Batumi, Georgia sampai sepanjang Laut Mati. Jalur lempeng ini turun ke arah Istanbul lalu ke Iskenderun, Syria lalu naik lagi ke Kahramanmaras di Gaziantep lalu ke Timur lagi sampai Iran dan naik ke Armenia lalu kembali ke Georgia. Posisi ini yang menyebabkan Turki sering mengalami gempa, dan kemarin adalah gempa yang besar kedua kalinya sejak anak-anak belajar di Turki. Setelah Ismir kali ini Karahmanmaras.
Sekalipun bukan pertama kalinya merasakan gempa saat berada di Turki, gempa -gempa dengan skala kecil kerap terjadi di wilayah negara ini. Namun, gempa besar ini cukup membuat anak-anak merasa terguncang. Terlebih asrama-asrama pada yayasan tempat mereka belajar dan teman-temannya banyak yang terdampak. Bahkan sahabat mbak H, di Andana harus diungsikan ke tempat lain karena asramanya retak parah.
Gempa yang episentrumnya di daerah Kahramanmaras provinsi Gaziantep ini menjadi gempa besar di awal tahun ini. Dengan magnitudo 7,8 skala richter dan kedalaman 17,4 km, guncangan terasa bak kiamat kecil, kata teman anak-anak yang merasakan getaran di wilayah gempa. Terlebih peristiwa ini terjadi pada subuh, pukul 04.17 waktu setempat. Sebagian besar masih terlelap dalam tidur, sehingga guncangan itu mengagetkan mereka.
Tercatat ada 10 daerah di Turki yang merasakan guncangan gempa dan terdampak paling parah, antara lain : Gaziantep, Kahramanmaras biasa disebut singkat Maras saja, Hatay, Osmaniye, Adiyaman, Malatya, Sanliurfa, Adana, Diyarbakır, dan Kilis. Selain 10 wilayah di Turki, gempa juga menimbulkan kerusakan parah di sebagian wilayah Suriah yaitu Azaz, Aleppo, dan Azmarin.
Detik-Detik Menanti Khabar Anak-Anak
Hari itu berjalan biasa saja, Senin awal pekan ini saya baru 3 hari kembali ke rumah setelah perjalanan ke beberapa kota di Jawa. Rasa capek belum lagi hilang ditambah flu yang menyerang membuat saya malas membuka gawai dan membaca whatsapp grup yang chatnya sudah menumpuk. Saya baru membuka handphone ketika suami memberi khabar ada gempa Turki.
Bergegas saya, membuka whatsapp grup wali santri dan membaca satu demi satu chat yang sudah ratusan sejak siang. Berita gempa diunggah pada pukul 10.26 WIB itu menjelaskan bahwa satu jam sebelumnya terjadi gempa di Turki. Sementara suami baru menelpon pada pukul 14.53 Wita. Selang waktu yang begitu lama, saya masih asyik dengan kegiatan di rumah, sedangkan para wali santri lainnya sudah panik menunggu berita selanjutnya dan saling berkabar kondisi terkini anak-anaknya.
Setelah membaca chat itu, saya menghubungi anak-anak di Turki. Yang di Istanbul tidak tersambung, sementara yang di Sivas jaringan kurang bagus dan terputus. Akhirnya kami saling berkabar di whatsapp grup keluarga. Alhamdulillah mbak H, anak keempat kami mengabarkan dirinya aman dan tidak merasakan gempa. Tak lama, mas K, anak ketiga kami yang berada di Istanbul juga mengabarkan hal yang sama. Istanbul jauh dari pusat gempa, Alhamdulillah aman.
Meski anak-anak sudah aman, sejak sore itu saya tak henti-hentinya memantau dan mencari khabar perkembangan musibah ini. Melihat foto-foto bangunan yang roboh, dan luasnya dampak gempa, pastinya peristiwa ini memakan banyak korban jiwa. Saya menyarankan anak - anak untuk tetap berdoa, agar teman-teman mereka baik yang muhajir dari Indonesia maupun negara lain juga warga Turki sendiri bisa segera dievakuasi dan korban segera ditemukan.
Usai guncangan besar subuh itu, getaran-getaran gempa masih susul menyusul. Beberapa anak santri mengabarkan, mereka merasakan gempa susulan dan peringatan awas masih belum diturunkan statusnya. Masih banyak khabar beredar akan terjadi gempa besar lagi. Alhamdulillah, menjelang sore hari tiba bisa dipastikan semua santri sudah terdata dan santri muhajir atau santri pendatang dari Indonesia semua selamat.
Di tengah guncangan hebat itu anak-anak harus bergegas keluar asrama pada subuh hari itu dengan hanya membawa diri sementara di luar udara dingin sekali. Musim dingin, suhu dibawah 0 derajat, dan salju turun tipis-tipis. Untuk sementara mereka dievakuasi ke dalam mobil-mobil di luar asrama. Untuk yang asramanya rusak parah seperti di Maras, Adana, dan lainnya anak-anak terpaksa dibagi-bagi menginap sementara di rumah anne anne atau rumah teman teman Turkinya. Semoga gempanya segera reda dan tidak ada lagi susulan, dan dampaknya segera bisa ditanggulangi.
Meski sedikit lega anak-anak Indonesia dalam kondisi aman. Anak-anak kami juga aman karena asramanya berada di daerah yang tidak merasakan gempa. Namun, sampai sore hari hati rasanya masih tidak nyaman. Mengharu biru mendengar berita gempa di Turki yang seharian ini terus di update oleh para wali santri, yang saya jadikan sumber berita utama karena di rumah tidak ada tivi. Terlebih para wali santri ini mendapat berita langsung dari penanggungjawab lembaga pendidikan anak-anak juga para Hoca (guru) mereka baik yang ada di Indonesia maupun di Turki. Untaian doa terus dilantunkan, apalagi ada santri dan Hoca Turki menjadi korban meninggal dan beberapa belum ditemukan.
Jantung kembali berdetak lebih kencang, seperti genderang yang mau perang eh… ! Pada pukul 18.32 Wita atau kurangi saja 4 jam untuk waktu di Sivas sebuah provinsi di Turki. Mbak H, anak gadis kami mengabarkan terjadi gempa di kawasan kotanya. Harus keluar asrama secepatnya tanpa sempat membawa kaban (semacam mantel tebal).
Kurang lebih satu jam anak gadis masih bertahan di luar dengan udara yang dingin. Hingga pukul 19.35 wita ia kembali mengabarkan sudah boleh masuk asrama. Saya berpesan untuk tetap waspada, menyiapkan kaban, handphone, dan barang pentingnya di tempat yang mudah dijangkau jika sewaktu-waktu ada peringatan tanda bahaya.
Hari ketika gempa itu terjadi sungguh menegangkan. Detik demi detik berlalu sangat lambat, dan berita-berita kesedihan silih berganti menyapa. Apalagi, para orangtua yang anak-anaknya menuntut ilmu di sana. Khawatir dan cemas dengan kondisi anak-anak adalah rasa yang wajar. Namun, niat baik ketika melepas anak-anak sekolah di luar jadi modal utama menetapkan hati bahwa apapun ketentuan dari Allah adalah kebaikan semata.
Seperti kata orang bijak:
Bergegas saya, membuka whatsapp grup wali santri dan membaca satu demi satu chat yang sudah ratusan sejak siang. Berita gempa diunggah pada pukul 10.26 WIB itu menjelaskan bahwa satu jam sebelumnya terjadi gempa di Turki. Sementara suami baru menelpon pada pukul 14.53 Wita. Selang waktu yang begitu lama, saya masih asyik dengan kegiatan di rumah, sedangkan para wali santri lainnya sudah panik menunggu berita selanjutnya dan saling berkabar kondisi terkini anak-anaknya.
Setelah membaca chat itu, saya menghubungi anak-anak di Turki. Yang di Istanbul tidak tersambung, sementara yang di Sivas jaringan kurang bagus dan terputus. Akhirnya kami saling berkabar di whatsapp grup keluarga. Alhamdulillah mbak H, anak keempat kami mengabarkan dirinya aman dan tidak merasakan gempa. Tak lama, mas K, anak ketiga kami yang berada di Istanbul juga mengabarkan hal yang sama. Istanbul jauh dari pusat gempa, Alhamdulillah aman.
Meski anak-anak sudah aman, sejak sore itu saya tak henti-hentinya memantau dan mencari khabar perkembangan musibah ini. Melihat foto-foto bangunan yang roboh, dan luasnya dampak gempa, pastinya peristiwa ini memakan banyak korban jiwa. Saya menyarankan anak - anak untuk tetap berdoa, agar teman-teman mereka baik yang muhajir dari Indonesia maupun negara lain juga warga Turki sendiri bisa segera dievakuasi dan korban segera ditemukan.
Gempa susulan dan berita dari anak gadis
Usai guncangan besar subuh itu, getaran-getaran gempa masih susul menyusul. Beberapa anak santri mengabarkan, mereka merasakan gempa susulan dan peringatan awas masih belum diturunkan statusnya. Masih banyak khabar beredar akan terjadi gempa besar lagi. Alhamdulillah, menjelang sore hari tiba bisa dipastikan semua santri sudah terdata dan santri muhajir atau santri pendatang dari Indonesia semua selamat.
Di tengah guncangan hebat itu anak-anak harus bergegas keluar asrama pada subuh hari itu dengan hanya membawa diri sementara di luar udara dingin sekali. Musim dingin, suhu dibawah 0 derajat, dan salju turun tipis-tipis. Untuk sementara mereka dievakuasi ke dalam mobil-mobil di luar asrama. Untuk yang asramanya rusak parah seperti di Maras, Adana, dan lainnya anak-anak terpaksa dibagi-bagi menginap sementara di rumah anne anne atau rumah teman teman Turkinya. Semoga gempanya segera reda dan tidak ada lagi susulan, dan dampaknya segera bisa ditanggulangi.
Meski sedikit lega anak-anak Indonesia dalam kondisi aman. Anak-anak kami juga aman karena asramanya berada di daerah yang tidak merasakan gempa. Namun, sampai sore hari hati rasanya masih tidak nyaman. Mengharu biru mendengar berita gempa di Turki yang seharian ini terus di update oleh para wali santri, yang saya jadikan sumber berita utama karena di rumah tidak ada tivi. Terlebih para wali santri ini mendapat berita langsung dari penanggungjawab lembaga pendidikan anak-anak juga para Hoca (guru) mereka baik yang ada di Indonesia maupun di Turki. Untaian doa terus dilantunkan, apalagi ada santri dan Hoca Turki menjadi korban meninggal dan beberapa belum ditemukan.
Jantung kembali berdetak lebih kencang, seperti genderang yang mau perang eh… ! Pada pukul 18.32 Wita atau kurangi saja 4 jam untuk waktu di Sivas sebuah provinsi di Turki. Mbak H, anak gadis kami mengabarkan terjadi gempa di kawasan kotanya. Harus keluar asrama secepatnya tanpa sempat membawa kaban (semacam mantel tebal).
"Di luar dingin, nggak sempat bawa kaban, " tulisnya.
"Cari tanah lapang, jauhi pohon dan terus bertakbir, " kakaknya memandu.
"Cari tanah lapang, jauhi pohon dan terus bertakbir, " kakaknya memandu.
Kurang lebih satu jam anak gadis masih bertahan di luar dengan udara yang dingin. Hingga pukul 19.35 wita ia kembali mengabarkan sudah boleh masuk asrama. Saya berpesan untuk tetap waspada, menyiapkan kaban, handphone, dan barang pentingnya di tempat yang mudah dijangkau jika sewaktu-waktu ada peringatan tanda bahaya.
Hikmah berada dalam bencana
Hari ketika gempa itu terjadi sungguh menegangkan. Detik demi detik berlalu sangat lambat, dan berita-berita kesedihan silih berganti menyapa. Apalagi, para orangtua yang anak-anaknya menuntut ilmu di sana. Khawatir dan cemas dengan kondisi anak-anak adalah rasa yang wajar. Namun, niat baik ketika melepas anak-anak sekolah di luar jadi modal utama menetapkan hati bahwa apapun ketentuan dari Allah adalah kebaikan semata.
Seperti kata orang bijak:
"Kalau ingin memancing ikan yang besar, jangan memancing di parit. "
Kalau ingin anak-anak menjadi orang dengan pengalaman hidup yang banyak, biarkan mereka belajar di kampus kehidupan yang luas. Semoga apa yang terjadi ketika mereka sedang menuntut ilmu ini menjadi pelajaran terbaik dalam kehidupannya kelak.
Gempa Turki menyisakan kesedihan mendalam. Namun, kesedihan saja tak akan membuat keadaan menjadi lebih baik. Kerusakan parah dan evakuasi korban yang harus berpacu dengan waktu, membutuhkan uluran tangan untuk sekedar meringankan beban mereka. Siapa pun yang ada di Turki adalah saudara kita. Kita bisa bantu mereka dengan doa juga donasi melalui lembaga-lembaga terpercaya.
Gempa Turki menyisakan kesedihan mendalam. Namun, kesedihan saja tak akan membuat keadaan menjadi lebih baik. Kerusakan parah dan evakuasi korban yang harus berpacu dengan waktu, membutuhkan uluran tangan untuk sekedar meringankan beban mereka. Siapa pun yang ada di Turki adalah saudara kita. Kita bisa bantu mereka dengan doa juga donasi melalui lembaga-lembaga terpercaya.
Innalilahi wa inna ilaihi rojiun, turut berduka cita untuk saudara-saudara kita di Turki. Semoga Allah menerima amal baik mereka yang meninggal dunia dan diberikan kesabaran bagi keluarganya yang masih hidup. Aamiin...
BalasHapusAamiin.. Terima kasih doanya.
Hapus