Mataku tertuju sepenuhnya pada postingan whatsapp grup keluarga, dan pelan kubaca captionnya:
"Menu masakan yang hanya bisa dimasak saat istri sedang tidak ada di rumah. Ada jamur, kubis, kacang panjang, dan tempe lalu ditambah kecap ABC. Rasanya wuih serasa petualang sejati. #SuamiIstriMasak bareng itu keseruan, suami masak saat istri nggak ada itu petualangan".
Terkirim pula foto sewajan tumisan jamur dan kawan-kawannya.
Salah satu anak laki-lakiku menanggapi dengan bertanya:
" Lho emang kalau ada Bunda, kenapa Bi? "
Dengan emot ketawa ngakak, Abinya menjawab:
"Yaaaa. Ada jenis istri kalau suaminya berpetualang dalam masalah makanan agak rewel. Yang nggak pas, aneh dan aneka protes lainnya. Padahal itu lebih ringan sih daripada petualang cinta."
Membaca pesan tersebut otomatis membuatku tertawa geli. Jadi selama ini pak suami tidak nyaman dengan kecerewetanku saat gemas lihat hasil eksperimennya di dapur yang aneh-aneh kadang di luar pakem itu. Sungguh aku speechless!
Saling Mengenal, Proses Seumur Hidup Pernikahan
Saatnya tekan tombol pause, ambil jeda sejenak. Ternyata ya, perjalanan panjang pernikahan masih menyisakan banyak misteri bagi dua orang, yang bertemu membawa kultur dan budaya yang tidak sama sehingga Frame of Reference (FoR) dan Frame of Experience (FoE) bisa jadi sangat berbeda. Benar kata pepatah bahwa pernikahan itu proses saling mengenal sepanjang perjalanannya.
Karena sejatinya pernikahan bukan sebuah pencapaian tapi pekerjaan. Harus banyak beradaptasi, penyesuaian, pembelajaran dan perlakuan yang terus menerus dilakukan sepanjang hari, sepanjang tahun, dan sepanjang hidup.
Ah wajar, jika ada hal-hal yang masih luput jadi perhatian di antara kami berdua. Semisal kebahagiaan suami saat bereksperimen di dapur dengan menu aneh dan rasanya yang ajaib. Juga keefisienan-nya saat masak. Sat set-sat-set yang kadang membuatku selalu kalah langkah. Termasuk selalu berantakannya dapur yang kadang membuatku ngomel seusai masak. Dan tentu saja ia tidak suka tapi aku sering kurang menyadarinya.
Ya, tak selamanya sebuah hubungan pernikahan berjalan sempurna. Namun, semua itu tidak seharusnya menjadi alasan suami istri berhenti beraktivitas bareng. Upayakan untuk terus lakukannya hingga suatu saat sampai pada titik saling memahami dan menerima. Coba dan coba lagi lalu lakukan evaluasi.
John Gottman, Profesor dari University of Washington yang juga pendiri Gottman Institute mendedikasikan penelitian untuk keharmonisan hubungan mengatakan bahwa : rahasia pernikahan yang langgeng adalah melakukan hal-hal kecil untuk menunjukkan perhatian kepada pasangan. Salah satunya dengan kolaborasi memasak.
#SuamiIstriMasak, Saatnya Dua Kepala Bersatu di Dapur
Dapur bukan hanya tempat memasak, maknanya lebih dari itu. Bahkan di masyarakat tertentu filosofi dapur sangat dalam sehingga menempatkannya menjadi bagian utama sebuah rumah. Dapur melambangkan kebaikan karena banyak aktivitas yang bisa dilakukan di ruang ini. Tak heran dapur menjadi jantungnya rumah. Tempat mengukir kenangan indah.
Ada momen ibu membuat makanan favorit keluarga, atau seorang ibu sedang mengajarkan memasak pada anaknya dan suami istri yang sedang membangun kedekatan. Sayangnya sebagian masyarakat lainnya masih memandang dapur adalah bagian paling belakang pada sebuah rumah, tempat khusus untuk para perempuan.
Menggerus padangan 'tabu'nya suami masuk dapur
"Sana-sana, laki-laki kok masuk dapur. "
Pernah mendengar kalimat ini? Dulu sekali, saat aku masih remaja, kalimat ini pernah aku dengar dari seorang kerabat jauh. Saat itu jiwa remajaku seketika bergejolak, protes dong.
"Emang kenapa, salahkah kalau anak laki-laki bisa masak? Apa emang perempuan yang harus selalu menyediakan makanan buat keluarga? "
Budaya patriarki memang masih kuat mendominasi alam berpikir para tetua kala itu. Kekuasaan bapak, atau lelaki masih di atas segalanya. Mereka lah pemegang kuasa atas perempuan sehingga gelar "konco wingking" melekat pada perempuan. Ya perempuan itu hanya teman di belakang yang urusannya seputar :
Dapur- Sumur - Kasur.
Anak perempuan harus disiapkan untuk melakukan 3 M :
Macak- Masak- Manak
(Dandan, masak dan melahirkan anak). Duh… nggak bisa gitu dong ya. Padahal dari sudut pandang agama manapun, perempuan itu mulia. Lebih dari sekedar bisa 3 M itu. Setuju! Mana suaranya… ? Yuk kita tepis padangan ini sejauh mungkin bareng kampanye #SuamiIstriMasak bareng kecap ABC.
Bukan ngomporin, perempuan untuk nggak harus masuk dapur atau bisa masak, lagian saat ini mau makan apapun semudah menjentikkan jari. Dapur sudah ada dalam genggaman tangan, tinggal klik beres. Hanya menyuarakan kesadaran bahwa tidak semua urusan rumah tangga harus diperankan oleh istri. Baik itu masak, mencuci, mengasuh anak, atau beberes rumah. Suami juga bisa kok berperan dalam urusan rumah tangga.
Alhamdulillah, aku dibesarkan oleh keluarga yang mengajarkan bahwa siapapun bisa mengerjakan pekerjaan rumah termasuk masak, tanpa pandang gender. Laki-laki dan perempuan setara dalam urusan rumah. Sedari kecil kami diperkenankan memilih, pekerjaan rumah mana yang paling disukai. Nggak selalu harus masak untuk anak perempuan, boleh memilih beres-beres rumah atau belanja di pasar. Dan aku suka banget kedua hal ini.
Ya resikonya, aku jadi tidak bisa memasak, sampai memasuki usia pernikahan. Dan ketika masa ta'aruf atau perkenalan tiba. Salah satu yang aku sampaikan adalah:
" Aku tidak bisa masak. "
Maksudku hanya untuk menguji aja sebenarnya, agar tahu gimana pandangan para laki-laki terhadap peran perempuan dalam rumah tangga.
Dari sekian proses ta'aruf, satu-satunya yang sukses hingga jenjang pernikahan tentu saja pak suami. Jawaban yang akhirnya membuatku mengangguk untuk melanjutkan proses berikutnya hingga pernikahan adalah:
" Saya cari istri kok, bukan tukang masak. "
Viola… ! Ini dia yang kucari. Secara, dengan kemampuan masakku seukuran amoeba waktu itu, aku tidak pede untuk urusan dapur satu ini. Ya kali' kalau sekedar masak sayur bening atau tumis-tumisan bisalah, selebihnya mohon maaf saya harus belajar dulu.
Setelah menikah, suami lebih banyak 'ngajari' masak yang ternyata dia bisa masak karena diajari oleh bapaknya. Seneng banget, ternyata pandangan keluarga besar kami sama, bahwa urusan dapur tidak ada kaitannya dengan gender. Sepanjang pernikahan kami belum pernah terdengar kalimat:
"Mantu wedok yen ora iso masak, engko di bal sampai omah ibune. "
(Menantu perempuan kalau nggak bisa masak nanti dilempar kembali ke rumah ibunya). Sebagaimana yang umum dijadikan kalimat untuk nakut-nakutin anak perempuan yang belum bisa masak. Dan sepanjang usia pernikahan kami, suami istri masak bareng itu bisa banget, meski dengan berbagai drama.
Dari sekian proses ta'aruf, satu-satunya yang sukses hingga jenjang pernikahan tentu saja pak suami. Jawaban yang akhirnya membuatku mengangguk untuk melanjutkan proses berikutnya hingga pernikahan adalah:
" Saya cari istri kok, bukan tukang masak. "
Viola… ! Ini dia yang kucari. Secara, dengan kemampuan masakku seukuran amoeba waktu itu, aku tidak pede untuk urusan dapur satu ini. Ya kali' kalau sekedar masak sayur bening atau tumis-tumisan bisalah, selebihnya mohon maaf saya harus belajar dulu.
Setelah menikah, suami lebih banyak 'ngajari' masak yang ternyata dia bisa masak karena diajari oleh bapaknya. Seneng banget, ternyata pandangan keluarga besar kami sama, bahwa urusan dapur tidak ada kaitannya dengan gender. Sepanjang pernikahan kami belum pernah terdengar kalimat:
"Mantu wedok yen ora iso masak, engko di bal sampai omah ibune. "
(Menantu perempuan kalau nggak bisa masak nanti dilempar kembali ke rumah ibunya). Sebagaimana yang umum dijadikan kalimat untuk nakut-nakutin anak perempuan yang belum bisa masak. Dan sepanjang usia pernikahan kami, suami istri masak bareng itu bisa banget, meski dengan berbagai drama.
Ketika masak bareng tak selalu berjalan sempurna
Dari makanan rasa cinta terhidang, namun dari makanan juga masalah bisa tercipta. Mulai dari cara masak, selera yang nggak sama sampai printilan lainnya.
Meski belajar masak saat sudah menikah, tapi frame of view dan experience-ku sudah ada sejak menjadi anak dari ibuku si ratu dapur yang selalu menyediakan berbagai hidangan enak di rumah. Pakemnya cara masak ibuku terbawa hingga aku menikah. Mulai dari pemilihan bahan, bumbu-bumbunya, sampai perbaikannya proses memasaknya. Sedikit agak beda dari cara pak suami yang super simpel dan praktis.
Kalau sudah gini, jadi rame aja dapur kami. Aku maunya apa, suami beda lagi. Trus gimana dong? Nah inilah tips kami mengatasinya:
Saling bicara, sampaikan pendapat dengan tenang
Balik ke masalah kebebasan masak versi suami saat istri tidak ada di rumah. Yang pertama kulakukan adalah konfirmasi:
"Jadi aku harus gimana Bi, saat Abi merasa nggak suka dengan kecerewetanku saat masak bareng di dapur? "
"Ah biasa aja, sesekali bebas membuat menu saat istri nggak ada di rumah itu bukan hal besar. Anggap aja lagi menyalurkan hobby. So far, aku suka kita bisa masak bareng. "
"Nggak akan jadi masalah nantinya? "
"Tenang, suami istri masak bareng itu, membuat ketidaksempurnaan menjadi sesuatu yang manis. "
Enak deh kalau gini. Jadi tahu masalah yang sebenarnya. Bicara, ngobrol bareng dan menyampaikan pendapat dengan tenang jadi cara mengatasi perbedaan pendapat dan gaya kolaborasi kami di dapur.
Belajar mencari jalan tengah
Pernah di fase istri suka pedes suami nggak suka. Atau perbedaan selera lainnya? Dulu masalah selera makanan ini nggak ada habisnya, karena lidah kami memang beda. Suami orang Jogja asli, sukanya masakan yang manis sementara lidah Jawa Timuranku cenderung lekat dengan rasa asin pedas gurih, nggak matching blas.
Kami harus mencari jalan tengah masalah selera ini, hingga masing-masing bisa beradaptasi. Toh akhirnya 'rasa' kecap ABC menjadi pemersatu lidah kami. Dengan kecap ABC, semua olahan hasil kolaborasi suami istri jadi matching. Kecap ABC membuatku tidak khawatir lagi dengan rasa hasil masakan kami berdua.
Temukan solusi bersama
Masak itu banyak perintilannya. Mulai dari menyiapkan bahan, proses memasak, penyajian hingga membereskan dapur setelahnya. Laki-laki nih biasanya suka masak tapi, beberesnya ogah. Kalau sudah gini, mending aku aja yang kerjain semua. Upps!
Nggak gitu kali, kolaborasi suami istri itu banyak manfaat nya lho. Lagian ya suami mau bantu masak itu luar biasa, super. Di antara deretan aktivitasnya mencari nafkah berangkat pagi pulang petang, trus melihat istri sibuk menyiapkan makanan, lalu ikut turun ke dapur perlu diapresiasi dong.
Sekarang tinggal gimana menemukan solusi agar kolaborasi suami istri di dapur menjadi semakin seru dan manis. Perencanaan yang baik dan pembagian tugas yang jelas, bisa mengurai printilan masalah ketika kerja bareng di dapur. Perjelas bagian istri apa dan suami apa lalu berlapang dada menerima bagian tugas masing-masing. Kalau beberes harus jadi bagian istri, terima dengan senang hati. Kan sudah dibantu yang lain.
Manfaat kolaborasi suami istri di dapur
Saat berjibaku dengan aneka bahan dan printilan bumbu, karena ingin menyajikan hidangan makan malam yang fresh from dapur saat suami pulang kantor. Tiba-tiba, ada pelukan dari belakang dan ternyata suami yang pulang dari kantor diam-diam memberi kejutan. Rasanya…kayak disuguhi semangkuk es krim. Seger bener dah. Capeknya langsung hilang.
Lalu dengan cekatan digulungnya lengan kemeja dan bareng istri menyelesaikan urusan dapur. So sweet banget mas bojo. Yang belum pernah, boleh coba deh. Bagian ini saja sudah membuat meleleh apalagi jika suami selalu menyediakan waktu untuk kolaborasi dalam setiap urusan rumah tangga. Pasti istri akan lebih bahagia. Kolaborasi suami istri di dapur ini banyak banget dampak positifnya.
Sebagai sarana quality time
Setelah seharian ditinggal kerja selama 5 hari dalam sepekan bahkan kadang lembur pulang malam ditambah urusan lain, membuat kebersamaan dengan suami berkurang. Kebersamaan di dapur dengan masak bareng adalah waktu yang tepat untuk quality time. Apalagi buatku nih yang bahasa cintanya quality time, suka dengan keinginan dan kebersamaan sementara pak suami acts of service, sukanya melayani, kolaborasi di dapur begini jadi sarana menyatukan bahasa cinta kami. Klop!
Masak berdua sambil ngobrolin kegiatan kami masing-masing seharian, mulai dari tingkah pola anak-anak selama abinya tidak di rumah, sampai kejadian di sekitar rumah. Jadi bisa cerita banyak, dan mengeluarkan jatah ngomong seharian kan.
Menjaga kekompakan pasangan
Suami istri masak bareng, bisa jadi standar kekompakan lho. Saat di dapur kami kudu bisa menyepakati menu apa yang akan dimasak, memilih bahan, dan cara yang digunakan. Apalagi jika satu diantara kami punya pantangan atau alergi pada bahan makanan tertentu.
Kolaborasi di dapur membuat pasangan saling memahami selera makannya masing-masing. Apa makanan favoritnya, seberapa tingkat kematangan makanan yang diharapkannya, meski sesederhana telur ceplok.
Menjadi contoh bagi anak-anak
"Children see children do"
Anak akan melakukan apa yang ia lihat. Mengharapkan anak punya mindset tidak melulu urusan dapur itu tugas perempuan maka orangtua harus memberi contoh. Sehingga kelak, saat anak laki-laki kita berumah tangga dan menjadi suami, mereka tak segan membantu istri di dapur dan jadi suami yang sadar bahwa peran suami istri dalam urusan rumah tangga itu setara.
Bistik daging kolaborasi bareng suami semakin manis dengan kecap ABC
Setelah sekian tahun tinggal di Kalimantan Timur meski pada beberapa kota yang berbeda, bistik Banjar menjadi menu favorit di rumah kami.
Bistik adalah kata serapan dari beef dan steak. Namun bistik khas Banjar berbahan dasar ayam. Tetapi, anak-anak lebih suka daging jadi balik lagi recook bistik Banjar tapi berbahan daging. Yuk kita kolaborasi masak bistik Banjar!
Bahan:
½ kg ayam atau daging, kami sepakat daging.
Bumbu:
8 butir bawang merah
6 butir bawang putih
5 butir merica
2 butir kemiri
¼ cm pala
1 cm jahe
2 cm gula merah
2 sdm kecap manis ABC
1 sdt tepung maizena
Garam secukupnya
Bahan penyedap:
5 cm kayu manis
3 butir bunga lawang
3 butir cengkeh
Daun seledri
Bawang goreng
Cara membuatnya:
- Bersihkan daging lalu marinasi dengan kecap manis, garam dan sedikit tepung maizena biarkan beberapa saat.
- Haluskan bawang merah, bawang putih, merica, kemiri, jahe dan pala lalu tumis sampai harum.
- Setelah harum, masukkan daging tambahkan air lalu masak sampai empuk.
- Tambahan kayu manis, bunga lawang dan cengkeh.
- Masukkan pula gula merah dan kecap manis ABC. Tunggu sampai meresap.
- Sesaat sebelum diangkat, tambahkan seledri
- Sajikan dengan tambahan bawang goreng
Kampanye Suami Istri Masak, Kecap ABC Dukung Kolaborasi di Dapur
Kuatnya pendapat yang selama ini diyakini oleh sebagian masyarakat bahwa suami dan istri punya peran dan tanggung jawab yang berbeda membuat istri diikat oleh tradisi harus mengurus semua urusan rumah tangga. Sementara suami cukup mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Padahal, jika kegiatan kerumahtanggaan dikerjakan bersama pasangan akan banyak membawa dampak positif yang lebih besar. Kuatnya hubungan suami istri dengan berbagi peran akan menjadi contoh bagi anak-anak kelak dalam membangun rumah tangga.
Inilah yang mendasari, kecap ABC sebagai teman ibu di dapur merasa perlu melakukan kampanye kolaborasi suami istri masak bareng agar keluarga Indonesia semakin kuat dan kompak. Lewat kampanye ini, kecap ABC membuat hal yang tidak mungkin menjadi mungkin.
Pentingnya kolaborasi suami istri diungkapkan oleh Susanne Migchels selalu Marketing and R&D Director Indonesia/PNG The Kraft Heinz.
" Kampanye ini mengajak dan menyampaikan pesan kepada para suami dan istri bahwa waktu berkualitas dalam menjalin ikatan dengan keluarga dapat diciptakan di mana saja, kapan saja termasuk di dapur. "
Senada dengan Susanne, Psikolog Irma Gustiana A, S.Psi, M.Psi Psikolog CPC menyampaikan:
"Selain kedekatan dan keintiman fisik, kedekatan emosional antara suami dan istri juga harus dijaga, dirawat, dan dipelihara. Quality time bersama pasangan perlu dilakukan semisal merayakan hari spesial dengan masak di dapur rumah. Suami yang senang hati membantu pekerjaan istri di rumah dapat meningkatkan kehidupan yang harmonis. "
Komitmen kecap ABC menyampaikan kampanye dari tahun ke tahun
Tahun 2018, Suami Sejati mau Masak.
Masa awal ketika program ini diinisiasi, kecap ABC mengangkat isu kesetaraan gender dimulai dari dapur. Dengan tema :" Suami Sejati, Mau Masak, Terima Kasih Perasan Pertama" ini mengajak suami istri Indonesia untuk setara dengan istri dimulai dari dapur.
Kampanye kali ini dimulai dari iklan kecap ABC tentang anak kecil yang menyatakan pekerjaan ibunya sang "supermom" , bekerja di kantor tapi juga melakukan semua pekerjaan rumah sementara ayahnya hanya bekerja di kantor saja. Dalam kampanye ini, kecap ABC mengajak para suami untuk ikut dalam Akademi Suami Sejati.
Tahun 2019, Akademi Suami Sejati
Bila di tahun sebelumnya mengangkat isu gender, tahun ini kampanye kecap ABC, didedikasikan sebagai cara untuk memberikan apresiasi kepada istri dan ibu di rumah dengan terjun langsungnya para suami memasak di dapur.
Tahun 2020, Koki Muda Sejati
Kali ini, mulai melibatkan generasi muda dengan tajuk, koki muda sejati. Agenda ini didedikasikan guna mempertahankan komitmen memperkuat komitmen untuk terus berkontribusi bagi Indonesia. Disasarnya generasi muda secara khusus dengan memberi edukasi kesetaraan gender sejak dini.
Diselenggarakan secara daring bekerja sama dengan Ruang Guru, kampanye ini merupakan komitmen kecap ABC pada kesetaraan gender yang seharusnya dimulai dari dalam keluarga di rumah.
Tahun 2021, Meneruskan Kesetaraan Gender dari Dapur
Di tahun ini, ada pasangan yang harmonis Titi Kamal dan Christian Sugiono bareng anak laki-lakinya. Dengan tema: "Suami Istri masak, sebagai edukasi kesetaraan gender" merupakan komitmen untuk terus memberikan edukasi kesetaraan gender kepada anak laki-laki agar nantinya menjadi suami yang sadar gender.
Tahun 2022, Together at The Table
The Kraft Heinz Company pada Oktober 2022 ini telah me-release Environment, Social and Governance ( ESG) dengan tajuk " Together at The Table ". Kampanye #SuamiIstriMasak 2022 kali ini merupakan bagian dari together at the table (bersama di meja). Kampanye ini menekankan arti penting suami dan istri menyajikan hidangan lezat bergizi bagi keluarga dan menikmatinya bersama anggota keluarga.
Video yang Menginspirasi
Aih video ini tuh inspirasi dari tulisan ini. Kejadian pada video ini hampir sama dengan kejadian sehari-hari di rumah. Andai aku ada dalam video itu, dan ditanya oleh Titi Kamal, pasti jawabanku sama dengan mereka. Masak bareng suami itu 'mending' nggak deh. Selain beda selera dan rasa juga akhir yang tidak baik. Dapur berantakan.
Namun, sejak nonton video inspiratif ini aku jadi semangat kalau masak bareng suami. Apalagi ternyata suami istri masak itu banyak banget nilai positifnya. Memang selalu ada ketidaksempurnaan, tapi bisa terus selalu diperbaiki dan dievaluasi. Asal ada kecap ABC, yang mampu merubah ketidaksempurnaan menjadi sesuatu yang manis.
Namun, sejak nonton video inspiratif ini aku jadi semangat kalau masak bareng suami. Apalagi ternyata suami istri masak itu banyak banget nilai positifnya. Memang selalu ada ketidaksempurnaan, tapi bisa terus selalu diperbaiki dan dievaluasi. Asal ada kecap ABC, yang mampu merubah ketidaksempurnaan menjadi sesuatu yang manis.
https://ibuibudoyannulis.com/nunuamir/lomba-blog-kecap-abc-menciptakan-quality-time-suamiistrimasak-di-dapur/
https://www.google.com/amp/s/m.kumparan.com/amp/lexdepraxis/pernikahan-adalah-pekerjaan-bukan-pencapaian-1rzXTyk5zmP
https://www.google.com/amp/s/m.fimela.com/amp/5135319/kecap-abc-perkenalkan-kampanye-suamiistrimasak-dukung-kolaborasi-suami-istri-di-dapur
https://www.google.com/amp/s/mix.co.id/marcomm/brand-communication/kampanyekan-kesetaraan-gender-kecap-abc-hadirkan-akademi-suami-sejati/
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20200903121405-289-542333/kecap-abc-kampanye-soal-kesetaraan-gender
Posting Komentar
Posting Komentar