Kali mendatangi istri dan anaknya, risau hati tak terkira. Bagaimana mengutarakan perkara ini? Ah pantaskah seorang ayah melakukan sesuatu yang mustahil terhadap anak kandung tercintanya. Tapi ini perintah Tuhannya, dan sebagai hamba, tak ada alasan selain taat. Apalagi, sebagai ayah, rasanya belum maksimal mendidik anak laki-laki, tapi kini harus dikorbankan.
Dilema, itu yang dirasakan Nabi Ibrahim ketika mendapat perintah dari Allah untuk menyembelih anaknya Ismail.
"Lakukan Ayah, jika itu perintah Tuhanmu. Aku rela. "
Begitu kurang lebih jawaban Ismail ketika ayahnya mengutarakan maksud kedatangan kali ini.
Yah setelah sekian lama tak bersua, terpisah jarak ratusan mil jauhnya. Begitu datang, seorang ayah harus melakukan sesuatu yang pastinya tidak mudah. Namun melihat kesungguhan anak lelaki yang disayanginya, seketika mantap lah hati Nabi Ibrahim untuk melaksanakan perintah Allah, menyembelih Ismail.
Peristiwa ini menjadi tanda keberhasilan Nabi Ibrahim dalam mengasuh dan mendidik anaknya. Anak yang nilai-nilai keimanannya kuat dan taat kepada kedua orangtuanya.
Teladan Nabi Ibrahim dalam mendidik anak laki-laki
Nabi Ibrahim diabadikan dalam Al Qur'an sebagai salah satu Nabi yang sukses mendidik anak-anaknya. Keluarga Ibrahim menjadi teladan bagaimana membangun keluarga, rumah tangga surga. Istri-istri yang soleha dan anak-anak yang baik. Tak pelak, Nabi Ibrahim menjadi Bapak para Nabi karena dari anak hingga cucu dan seterusnya menjadi Nabi.
Sarah, istri pertama Nabi Ibrahim adalah seorang yang kuat keimanannya. Meski mendapat iming-iming kemuliaan menjadi seorang istri raja, Sarah tak tergoyahkan. Baginya iman kepada Allah lebih dari apapun di dunia ini. Maka Ibrahim pilihan hatinya untuk bersama taat kepada Allah. Dari Sarah lahirlah anak laki-laki Ibrahim yang bernama Ishaq. Kelak Ishaq pun menjadi bapak para Nabi dari kalangan Bani Israel.
Hajar, adalah wanita sederhana dengan paras biasanya saja. Namun kesahajaan Hajar, dipenuhi dengan keimanan yang luar biasa kepada Allah. Dari Hajar lahirlah anak laki-laki Nabi Ibrahim yang lain yaitu Ismail. Dan Ismail pun menjadi bapak para Nabi.
Dua anak laki-laki, dan keduanya menjadi Nabi. Sungguh luar biasa seorang Ibrahim melahirkan para Nabi. Pengasuhan seperti apa yang mereka dapatkan dari orangtuanya? Pendidikan apa yang diterima oleh keduanya? Dari Ibrahim, kita belajar mengasuh dan mendidik anak laki-laki.
Seorang suami yang bijak dan ayah yang tangguh
Mengasuh dan mendidik anak, bukan menjadi urusan ibu semata. Justru ayahlah yang menjadi garda terdepannya. Nabi Ibrahim memberi teladan bagaimana menjadi sosok yang pantas melahirkan para nabi.
Sejak menikah, Ibrahim sudah memilih. Bukan hanya paras semata tapi yang utama adalah keimanan kepada Allah. Begitu juga ketika menjalani kehidupan rumah tangga, kesabaran menanti buah hati diiringi dengan doa-doa kepada Allah SWT agar mendapatkan anak yang sholih.
Dalam menyelesaikan masalah rumah tangga pun nampak kebijaksanaan sang Nabi. Menjauhkan Hajar dari Sarah kala kecemburuan melanda hingga masing-masing merasa aman dan nyaman.
Seorang ayah yang mampu memvisualisasikan misinya
Nabi Ibrahim adalah teladan seorang ayah yang mampu memvisualisasikan visi dan misinya. Tidak sekedar membuat visi misi tapi juga mampu menjabarkan dan menggambarkannya dengan jelas kepada istri-istri kala beliau tak mampu mendampingi sepanjang waktu.
Meski ditinggalkan di tengah padang pasir hanya bersama bayinya, Hajar mampu memvisualisasikan sosok ayah yang baik kepada Ismail hingga saat bersua, kasih sayang anak beranak tak berkurang sedikitpun. Roadmap pendidikan anak diterjemahkan dengan gamblang kepada Hajar dan dari Hajar ke Ismail. Maka setelah lama tak jumpa lalu datang hendak menyembelih anaknya, Ismail tak keberatan sedikitpun karena taat pada perintah Allah.
Ayah yang komunikatif
Andai anda duh anda nggak apa ya. Gini andai kita diberikan perintah untuk melaksanakan sesuatu yang sulit terkait anak, gimana menyampaikannya? Kalau aku, mungkin baru mau ngomong saja sudah mewek duluan. Atau ngomong tapi bahasanya berbelit-belit. Tapi tidak dengan Nabi Ibrahim.
Beliau mendapat perintah menyembelih Ismail dan itu dikatakan langsung pada anaknya. Bahasa apa yang dipakai Nabi hingga dengan mudah maksudnya diterima dengan lapang dada oleh anaknya. Teori komunikasi apa yang digunakan hingga komunikasi keduanya clear dan confirmed.
Coba kita perhatian dialog berabad lalu yang digunakan ayah dan anak ini hingga diabaikan dalam Al Qur'an surah As Saffat ayat 99-113:
Nabi Ibrahim lalu mendatangi Ismail dan berkata, " Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. pendapatmu. Maka pikiran lah bagaimanakah pendapatmu? "
Ismail yang masih belia itu menjawab, " Wahai Ayahku lakukanlah apa yang perintahkan oleh Allah kepadamu, Insha Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar".
Nampak komunikasi yang dilakukan dalam suasana demokratis dan sangat komunikatif bukan? Seorang anak yang diajak berpikir dan menyampaikan pendapat meski jelas sebagai ayah sekaligus Nabi beliau bisa langsung mengeksekusi perintah itu.
Bagaimana ayah, apakah para ayah sudah menjadi pemimpin rumah tangga yang demokratis, tidak memaksa kehendak dengan dalih kepemimpinan berada di tangan ayah? Sudah dong ya.
Posting Komentar
Posting Komentar