Semula, perasaan ini kuanggap wajar, namanya juga anak-anak. Mungkin, karena sering ditakut-takuti oleh Mas dan Mbaknya. Tapi semakin besar bukan semakin hilang, eh jadi tambah-tambah rasa takutnya. Kesel juga bila tiap malam masih harus menemani tidur biar mau tidur sendiri pada usia yang sudah di atas 7 tahun. Tidak hanya perkara tidur saja, bahkan setiap urusan ke kamar mandi, pasti minta ditemani. Bundanya harus ngejogrok di depan pintu kamar mandi saat ia mandi atau buang air. Akhirnya, aku harus mencari cara untuk mengurangi benang kusut dari rasa takut ini.
Ajak bicara dan kenali penyebab rasa takutnya
Suatu hari di saat tengah malam dengan wajah panik dan menahan tangis ia menggedor pintu kamarku lalu mengatakan bahwa ia sangat takut.
" Aku mendengar suara langkah kaki di teras depan rumah, dekat banget. Bolak-balik nggak hilang. "
Setelah diyakininkan kalau tidak ada apa-apa dan ditemani baru bisa tidur lagi. Di malam yang lain ia terbangun dan menangis,
"Anak yang berbisik di telingaku Bun, dia bilang ini nih anaknya sudah besar. "
Yaelah ya memang sudah besar. Batinku menahan tawa. Akhirnya, di momen tertentu kami sengaja ngobrol untuk mencari tahu penyebab rasa takut yang sudah berlebihan ini.
Sebagai keluarga nomaden, kami memang sering berpindah kota dan rumah. Dari ceritanya setiap rumah yang kami tinggali ada bagian yang serem. Waktu di Balikpapan yang paling serem adalah lorong dari arah dapur ke kamar mandi. Kalau di Nunukan dari pintu dapur sampai bawah tangga dan di Samarinda ini, bagian paling serem kamar depan.
"Terus dari tempat-tempat itu ada kejadian apa? "
"Nggak ada sih Bun, hanya takut kalau ada yang muncul tiba-tiba. Kan serem, apalagi kalau dia masuk rumah terus aku dibawa. " jelasnya.
Ini sih imajinasi yang berlebihan dan kini saatnya menjelaskan tentang perasaan takut juga kalau benar adanya si seram-seram tak seharusnya ada rasa takut berlebihan.
Baik, pertama jin itu ada, syaitan apalagi, ada, dan tugasnya memang menggoda manusia salah satunya membuat rasa takut itu. Padahal rasa takut itu hanya boleh buat Allah saja. Tidak boleh kita takut kepada selain Allah.
Kedua, Jin itu makhluk yang lemah. Bahkan saking lemahnya, ia tak bisa mengangkat selembar kertas. Boro-boro masuk rumah menembus pintu. Gimana dia mau buka pintu yang tertutup kalau ngangkat kertas saja tidak bisa. Makanya, saat menjelang malam, Rasulullah menganjurkan menutup pintu dan jendela lalu menutup bejana-bejana kalian agar tidak jadi tempat persembunyian jin. Dia akan lemah jika kita lawan, tapi kalau kita takut dia semakin kuat.
Ketiga, jika kita bisa merasakan, mendengar atau bahkan bisa melihat itu artinya dalam tubuh kita ada jinnya juga. Karena hanya sesama jin yang bisa saling melihat. Dan ini harus dienyahkan dengan cara di ruqyah.
"Begitu Dek, makanya jangan takut lagi.
" Jadi nggak boleh takut pada selain Allah ya Bun? "
"Iya, karena akan menyebabkan kita melakukan kesyirikan. "
"Tapi kalau takut menjadi beban orang tua gimana? "
"Beban itu seperti apa contohnya? "
"Ya beban, ya kayak gitu. "
"Kayak gitu gimana? "
"Masak Bunda nggak tahu? "
"Merasa memberatkan orang tua karena minta uang gitu, membiayai hidup gitu? "
"Iya, yang kayak gitu. "
"Dek, saat anak itu belum baligh maka orang tua sebagai walinya penuh, punya tugas memberi nafkah pada anaknya. Nah, kelak setelah dia akil balig tak ada lagi kewajiban itu. Jadi anaknya sudah harus belajar menghidupi dirinya sendiri, dengan bekerja. Tapi kalau si anak masih menuntut ilmu sehingga belum bisa mencari nafkah sendiri, maka orang tuanya memberi sodaqoh pada anak itu dengan memenuhi kebutuhannya. "
"Oh gitu ya Bun. "
"Iya, kehadiran anak adalah pilihan sadar orang tua, maka ia bukanlah beban. Jangan takut lagi ya, tapi juga nggak boleh seenaknya. Karena nafkah itu sesuai kemampuan orang tua, kalau misalnya orang tuanya tidak mampu memenuhi semua kebutuhan anaknya. Anak juga nggak boleh menuntut minta semuanya dipenuhi. Gitu. "
Dari ngobrol takut terhadap hal-hal yang serem jadi diskusi rasa takut yang lain, tentang peran orang tua, anak dan nafkah.
Jangan menertawakan rasa takut anak
Meski terlihat sepele namun bisa jadi masalah di kemudian hari. Alih-alih anak bisa melawan rasa takut malah semakin menguatkan rasa takut itu. Sekecil apapun penyebab rasa takutnya, tetap sesuatu yang nyata dan serius baginya. Hargai dan tumbuhkan rasa simpati.
Suatu hari ketika kami menginap di rumah kebun, kami menyebutkan begitu untuk salah satu rumah kami yang mempunyai halaman luas dan kebun buah di sekelilingnya. Saat aku keluar rumah dan berdiri di depan pintu, ia mengikuti. Tak lama lalu masuk lagi. Setelah beberapa hari baru cerita kalau pada malam itu ia melihat seorang perempuan berambut panjang di jendela rumah tetangga sebelah.
"Kok kamu nggak cerita waktu itu Dek? "
"Ah paling Bunda nggak percaya dan bilang aku mengada-ada. "
"Pernah Bunda bilang gitu? "
"Pernah, waktu aku itu. Dulu aku pernah juga melihat tangan panjang dengan kuku panjang di dapur rumah kita di Balikpapan. "
"Kok nggak cerita juga? "
"Ah ntar paling diketawain dan nggak dipercaya. "
Deg, pantas saja sampai sekarang jadi penakut gitu, karena sebagai bunda, aku nggak peka dari awal.
Berikan rasa aman dan nyaman
Siapapun pasti tidak menginginkan mempunyai rasa takut yang berlebihan. Demikian juga anak. Maka jika sudah berada pada titik dimana ia merasa tidak aman, tugas orangtua memberikan rasa aman dan nyaman.
Pastikan jika ia merasakan takut, ada abi dan bunda di dekatnya. Ia bisa meminta bantuan sewaktu-waktu ia butuh bantuan. Singkirkan benda-benda yang berpotensi menimbulkan rasa takut, misal gambar atau foto bahkan boneka.
Jika menyalakan lampu membuatnya nyaman, maka pilih lampu yang lebih terang agar tetap bisa masuk ke kamar. Bisa juga membiarkannya memutar murottal untuk menemani tidurnya.
Menemaninya menghadapi rasa takut.
Takut bukan untuk dihindari tapi dilawan. Temani anak menghadapi rasa takutnya. Misalnya dengan menemani sebelum tidur atau dengan menawarkan untuk me-ruqyahnya jika ternyata ia merasakan, mendengar, dan melihat sesuatu yang tak seharusnya nampak di hadapan manusia.
Tumbuhkan rasa percaya diri
Tumbuhkan rasa percaya dirinya bahwa ia mampu melawan rasa takut. Biarkan ia mengakui ras takutnya, lalu pandu untuk melawan satu demi satu pikiran berlebihan terhadap obyek penyebab rasa takut. Beri apresiasi jika ia berhasil tidur tanpa ditemani dan ke kamar mandi sendiri.
Penutup
Rasa takut bukan sesuatu yang bisa dijadikan bahan olokan. Ih penakut, tidak. Sebagai bagian dari emosi dasar, rasa ini bisa dikelola sehingga tidak muncul secara berlebihan. Anak kecil dengan rasa takutnya adalah wajar, dampingi mereka untuk menghadapi rasa itu.
Posting Komentar
Posting Komentar