Kini ketika usianya menjelang baligh, intensitas dan kelekatan gaulnya sebagai dalam. Selayaknya anak muda lainnya, ia mulai suka nongkrong barengan teman-temannya di suatu tempat tertentu. Tentu saja, ketika bertemu saya atau Abinya, ia agak jengah gitu. Antara malu dan takut.
Saya mengambil jeda beberapa waktu untuk berdialog tentang hal ini, agar tidak terkesan diinterogasi. Sampai suatu saat, kesempatan ngobrol berdua sambil gegoleran di siang hari itu tiba. Saya berusaha menggali informasi kegiatan sosialisasinya melalui obrolan ringan.
Dari penuturannya, saat ini ia punya kelompok nongkrong. Ya hanya nongki di sekitar masjid di komplek perumahan kami. Usia teman-temannya, sebaya dan beberapa dibawahnya. Kegiatan nya juga hanya ngobrol dan makan cemilan yang dibeli dengan cara iuran dari teman-teman nongkrongnya sambil menunggu waktu sholat Isya.
Oh, baiklah. Saat itu telah tiba rupanya. Masa dimana kehidupan sosial anak-anak berkembang pesat. Khabar baiknya, kegiatan ini bisa menjadi sarana mengasah skill sosial si anak homeschooling yang tidak punya teman sekolah ini. Namun, rasa kuatir, tetap ada.
Masa menjelang akil baligh bisa juga ditandai dengan semakin intensnya mereka berteman. Pada masa ini, keberadaan orangtua mulai tergeser. Jika di masa kanak-kanak, orangtua menjadi pusat orbitnya anak, maka saat menjelang baligh atau setelahnya, panutan anak bisa saja berganti kepada teman terdekatnya.
Saat masih anak-anak, dengan bangganya mereka akan berkata, " Kata Bundaku… " atau "Kata Ayahku… " akan berada di dalam percakapannya. Kini perlahan bergeser menjadi "Kata temanku… ", saat memasuki usia remaja.
Adalah lumrah hal ini terjadi karena di rentang usia itu mereka tengah mengidentifikasi diri pada range yang semakin luas. Petualangan dengan teman-teman menjadi lebih menarik dengan segala pernak-perniknya. Tak perlu cemas, semua wajar dan sebagai orangtua ambillah posisi yang aman.
Ubah posisi menjadi teman bagi mereka
Meski pusat orbit bergeser, namun tak perlu cemas. Cemas bahkan marah lalu melarang anak-anak gaul karena mulai tersisih ketika anak lebih memilih dan mendengarkan temannya justru akan membuat anak semakin menjauh dari orangtuanya. Pilihan bijaknya adalah mendampingi mereka, berada disamping mereka dan teman-temannya.
Anak-anak memilih teman karena mereka merasa dipahami dan dimengerti. Karenanya agar anak-anak mau menerima kita sebagai teman maka orangtua perlu memahami keinginan, harapan dan mood anak. Bermain dengan teman juga lebih mengasyikkan. Sesekali orangtua perlu seru-seruan main bareng anak.
Saat anak-anak memasuki usia remaja, ubahlah posisi dari orangtua menjadi teman. Bukan berarti layaknya teman, tetapi pola perlakuan kita ke anak. Tempatkan diri sejajar dengan anak sehingga dialog atau obrolan pun berlangsung dua arah dan setara. Tidak terkesan menggurui, mendominasi, dan banyak nasehat.
Tentu saja, adab orangtua dan anak tetap harus dijaga. Bukan masalah cara bicara tapi cara penempatan diri. Anak akan tetap mengerti bagaimana bersikap kepada orangtuanya. Yang menjadi perhatian adalah anak tetap bisa terbuka sebagaimana bergaul dengan temannya.
Lakukan komunikasi yang intens
Lakukan dialog, biasakan diskusi dua arah. Usahakan menggali informasi dari anak sebelum meminta anak kita menerima pendapat kita. Tanyalah pendapat dia tentang temannya, minta dia menentukan bagian mana yang bernilai positif bagi dia dan apa efek negatif yang bisa mempengaruhinya.Biarkan anak yang menilai.
Ketika mendapati teman mereka yang tak sesuai value kita, jangan pernah merendahkannya di hadapan anak. Seburuk apapun temannya, jangan pernah menjelek-jelekkan temannya.
Misal, jangan berteman dengan dia, anaknya bla..bla.. bla.
Wow, anak nggak bakalan terima dan ia pasti akan membela temannya.
Sesekali fasilitasi anak saat gaul dan nongki
Salah satu kegiatan yang mengasyikan pada anak remaja adalah nongki. Nongki adalah kegiatan nongkrong bareng teman-teman di suatu tempat tertentu. Kegiatan duduk bareng sambil ngobrol ini, jadi cara gaul yang asyik bagi anak muda. Tak heran, anak remaja kita lebih suka berada di luar rumah bareng temannya.
Terkadang kita sebagai orangtua, suka galau. Kok anak kita nggak pulang-pulang sih, kemana saja? Ngapain aja? Padahal ya itu tadi hanya ngobrol. Nah kitanya yang harus cerdik mencari tahu, tapi jangan membuat anak merasa dikepoin. Dengan komunikasi yang baik biasanya anak akan menceritakan apa saja yang dilakukan saat sedang nongki.
Sesekali, fasilitasi anak. Tawarkan untuk nongkrong di rumah kita. Siapkan makanan atau snack kesukaan anak-anak. Tunjukkan kalau kita menerima anak dan teman-temannya.
Teknik ini cukup efektif untuk melihat dengan siapa saja anak kita bergaul, kegiatan apa saja yang dilakukan saat nongkrong. Yah meski saja ada kemungkinan anak-anak jaim ketika dilihat orangtuanya. Bukankah kita sudah melakukan komunikasi ke anak, jadi kepercayaan adalah modal utama. Maka jangan terlalu curiga.
Nongkrongnya anak baru gede
Setelah ngobrol cukup seru, akhirnya saya menawarkan untuk membawa teman-teman nongkrong di rumah. Saya berjanji menyediakan makanan dan minuman. Ternyata si abg ini minta diizinkan makan mie dan minum teh bunga telang. Katanya, kapan lagi bisa makan mie rame-rame seperti di warmindo atau cafe. Sementara teh bunga telangnya, hasil panen di depan rumah dan ia ingin membagi kepada teman-temannya.
"Tapi Bunda jangan ikutan nimbrung ya, aku malu," pesannya. Tentu saja, sebagai orangtua, saya harus bisa menahan diri dari kekepoan. Usai nongkrong di rumah saya malah jadi tahu siapa saja teman nongki anak bungsu. Cara seru kepo tanpa sok tahu.
Jadi, nongki dan gaul itu sudah jadi kebutuhan para muda. Maka membuka ruang bagi mereka untuk bersosialisasi dengan tetap menjaga pergaulan yang baik adalah pilihan yang harus saya ambil sebagai orangtua.
Posting Komentar
Posting Komentar