Hai..., selamat ya! Hari ini tanggal 8 September diperingati sebagai Hari Aksara Internasional lho. Sapaan seorang teman di sebuah grup pagi ini menarik perhatianku. Sebagai orang yang mengaku menyukai literasi, sudah paham apa itu aksara? Aku pun langsung sadar, bagaimana bisa jadi seorang yang literat, lha wong istilah aksara, huruf, dan abjad saja masih bingung membedakannya.
Peringatan Hari Aksara Internasional
Dikenal sebagai Literacy Day atau Hari Literasi Internasional yang diperingati tiap tanggal 8 September ini, diharapkan menjadi momen pentingnya kesadaran berliterasi dan melek huruf bagi seluruh masyarakat dunia.
Sejarah dideklarasikannya Literacy Day
Sumber Kemendikbud dalam situsnya menjelaskan bahwa pada tahun 1965 diadakan pertemuan para menteri pendidikan seluruh dunia di Teheran, Iran. Pada pertemuan itu dibahas tentang pemberantasan buta huruf, terbayang kan waktu itu buta huruf angkanya masih tinggi, apalagi pada negara-negara yang baru merdeka atau belum lama merdeka dari berabad penjajahan seperti Indonesia.
Organisasi dunia bidang pendidikan dan anak-anak (UNESCO) menindaklanjuti usulan para menteri di tahun berikutnya dengan menetapkan dan mendeklarasikan Hari Aksara Internasional yang jatuh pada tanggal 8 September yang bertujuan agar masyarakat luas mampu membaca dan menulis untuk meningkatkan martabat dan memperoleh hak asasinya.
Tema peringatan tahun 2021
Tema peringantan Internasional Literacy day adalah “ Literacy for a human-center recovery Narrowing the digital devide”. Tema ini sangat sesuai dengan kondisi masyarakat di tengan pandemi yang tak kunjung usai. Anak-anak yang terpaksa harus bersekolah dari rumah mengunakan perangkat digital dan prilaku para dewasa dalam dunia digital terutama media sosial.
"Semakin aku banyak membaca,semakin aku banyak berpikir, semakin aku banyak belajar, semakin aku sadar bahwa aku tak mengetahui apa pun" ( Voltaire)
Aksara dan Literasi
Sebelum membahas lebih jauh tentang keaksaraan dan literasi, aku ingin membagikan hasil membaca berbagai referensi tentang aksara dan kawan-kawannya yang mempunyai peranan besar dalam dunia kebahasaan kita.
Aksara, Huruf, dan Abjad
Pada situs wikipedia dijelaskan bahwa aksara adalah sistem penulisan atau sistem simbol secara visual yang tertera pada media penulisan seperti kayu, daun, batu, atau kertas. Sedangkan huruf merupakan sinonim dari aksara. Jadi huruf bisa juga diartikan simbol dalam sistem penulisan. Revi Soekatno di Quora.com membedakan dengan lebih ketat, bahwa aksara itu berhubungan dengan simbol Brahmi dari India sementara huruf itu simbol Finisia dan segala turunannya.
Lalu abjad sendiri merupakan bagian dari aksara, Jadi aksara itu tidak terbatas pada huruf, tapi juga ada abjad, tanda baca, simbol gambar dan bagian yang terkait dengan tulisan.
Sejarah ditemukannya aksara
Para ahli linguistik meyakini bahwa aksara pertama kali ditemukan di gua Altamira, Spanyol Utara berupa gambar yang kemudian dikenal dengan nama piktogram. Piktogram adalah gambar yang melukiskan benda yang dimaksud yang dalam perkembangannya piktogram bukan saja menunjukkan benda yang dimaksud tapi juga sifat dan konsep yang berhubungan dengan benda. Perkembangan ini dinamakan ideogram.
Lalu bangsa Sumeria menemukan aksara paku berupa lambang angka dan tanda untuk menyatakan manusia, hewan, dan barang. Seiring perkembangannya, aksara Sumeria diambil alih oleh bangsa Persia setelah mengalami perkembangan di Fenesia (Libanon ) menjadi 22 suku kata yang terdiri dari satu konsonan diikuti satu vokal.
Di Persia, cikal bakal dari aksara dari Sumeria berkembang menjadi aksara Silabis yaitu aksara dengan satu suku kata. Bangsa Yunani akhirnya menyempurnakan aksara dari Fenesia menjadi aksara yang terdiri dari vokal dan konsonal dan berkembang menjadi alfabetis. Bangsa Romawi lah yang kemudian menyempurnakan sehingga dikenal dengan adanya Romawi latin atau huruf latin.
Aksara di Nusantara diidentifikasi dari prasasti kuno pada kerajaan pertama di Nusantara yaitu kerajaan Kutai Mulawarman. Pada yupa-yupanya terdapat ukiran yang diyakini merupakan huruf Palawa, aksara ini ketika ditelusuri masuk dalam rumpun aksara Brahmi dari India. Selain itu terdapat aksara Arab yang nampak pada aksara Jawa atau dikenal dengan nama Arab Pegon. Masih banyak lagi aksara di nusantara ini yang panjang kalau dituliskan disini.
Makna hari aksara dan dunia literasi di Indonesia
Fakta sebagai negara yang dalam catatan UNESCO berada di urutan kedua dari bawah dalam bidang literasi yang artinya 0,001% atau hanya 1 dari 1000 orang Indonesia yang rajin membaca ini begitu menyedihkan. Masyarakat Indonesia berdasarkan survey , rata-rata menghabiskan 9 jam di depan layar, durasi yang panjang dihabiskan untuk ngobrol dan berbagi di media sosial dibanding membaca.
Tak heran, betapa kejadian akhir-akhir ini mengambarkan semua penilaian itu. Berita yang viral yang dibagikan tanpa dibaca terlebih dahulu dan berujung dengan maraknya berita hoax. Atau tanggapan tanpa dasar yang sekedar ikut-ikutan berujung dengan saling bantah atau berkelaian online. Menjadi tantangan tersendiri dalam dunia literasi bukan?
Sebenarnya gerakan literasi sudah digaungkan dan giat dilaksanakan sejak beberapa tahun yang lalu. Program 15 menit membaca sebelum kelas dimulai di sekolah-sekolah pun sudah lama dicanangkan oleh Kemendiknas kala itu. Rumah baca atau taman bacaan pun mulai tumbuh dimana-mana. Lalu pandemi melanda dan program itu tak lagi ada khabar beritanya.
Beberapa masalah klasik literasi di Indonesia.
Kurangnya dukungan keluarga luntuk berliterasiKebiasaan membaca di mulai dari keluarga. Ketika keluarga menumbuhkan budaya membaca maka akan tercipta keluarga literasi. Keluargalah yang bertangung jawab penuh terhadap tumbuhnya kesadaran membaca pada anak-anaknya.
Kurangnya buku-buku berkualitas
Kurangnya buku-buku berkualitas
Sejujurnya mencari buku yang berkualitas dan cocok buat anak-anak gampang-gampang susah di negeri ini. Sekelas living books untuk karya dalam negeri agak langka, kecuali buku terjemahan seperti serial Beatrix Potter untuk anak dibawah7 tahun, Dongeng-dongeng asli Hans Christian Andersen, untuk anak 7-13 tahun, The Hobbits untuk anak di atas 13 tahun.
Living books adalah buku yang mengerakkan anak untuk mengingat, merenungkan, atau memvisualisasikan. Ada ide-ide yang berharga, dan ide itu membangun kesadaran anak secara positif tanpa mengurui.
Living books adalah buku yang mengerakkan anak untuk mengingat, merenungkan, atau memvisualisasikan. Ada ide-ide yang berharga, dan ide itu membangun kesadaran anak secara positif tanpa mengurui.
Dukungan pemerintah
Selayaknya pemerintah memberi dukungan penuh pada dunia literasi tanah air, bukan hanya seremonial belaka tapi program yang menyentuh sampai lapisan terbawah dan konsisten. Tapi ya gitu sih, permasalahan negeri ini masih seabrek, menunggu dukungan pemerintah layaknya seperti menunggu durian runtuh padahal bukan musimnya.
Peran komunitas belum maksimal
Peran komunitas belum maksimal
Akhirnya komunitaslah yang diharapkan menjadi motor pengerak dunia litersi kita. Geliat komunitas literasi sudah mulai terasa, sayangnya masih terbatas. Semoga usai pandemi komunitas literasi semakin membumi.
Makna terdalam setiap peringatan Hari Aksara Internasional, bukan sekedar melek huruf, itu sudah berlalu beberapa tahun ke belakang. Kini saatnya memberi perhatian lebih pada dunia literasi karena kemampuan literasi sangat diperlukan dalam hidup ini , dalam dunia pendidikan dan dalam kehidupan bernegara. Melek huruf bukan sekedar mampu membaca dan menulis tapi juga mampu mengali makna lebih dalam dan mengembangkan kemampuan berpikir.
Semangat berliterasi agar kita bisa mengeskplorasi dunia dan jangan lupa menulis!
Penutup
Makna terdalam setiap peringatan Hari Aksara Internasional, bukan sekedar melek huruf, itu sudah berlalu beberapa tahun ke belakang. Kini saatnya memberi perhatian lebih pada dunia literasi karena kemampuan literasi sangat diperlukan dalam hidup ini , dalam dunia pendidikan dan dalam kehidupan bernegara. Melek huruf bukan sekedar mampu membaca dan menulis tapi juga mampu mengali makna lebih dalam dan mengembangkan kemampuan berpikir.
Semangat berliterasi agar kita bisa mengeskplorasi dunia dan jangan lupa menulis!
Waahh....makasih bangett artikelnya, ilmu bangeett ini
BalasHapusUlasan yang lengkap, Kak. Sennag membacanya, bisa mendapat ilmu baru.
BalasHapusBetul kak, maraknya informasi yang tersebar tanpa adanya literasi memang membuat tingkat informasi hoax menjadi tinggi.
BalasHapusAku juga merasa udah jarang banget baca buku bu. Bahkan waktu pergi suka bawa buku dan hanya beberapa halaman aja yang bisa dibaca. Sibuk main gadget atau tidur di perjalanan.
BalasHapusKeren banget artikelnya kak, sesuai dengan kata Voltaire, semakin kita banyak membaca dan belajar ,malah semakin sadar kalau aku tak mengetahui apa pun
BalasHapusBener banget ini. Rendahnya tingkat literasi di Indonesia sudah sangat memprihatikan dampaknya
BalasHapus