Salah satu kemerdekaan belajar bagi anak homeschooling adalah bisa belajar dimana saja dan kapan saja, bahkan pada suatu keadaan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Tak disangka sebuah kesempatan besar menghampirinya. Diajak mengikuti seleksi Musabaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ) tingkat kabupaten Nunukan sebelum pandemi. Tapi yang luar biasa adalah kesempatan live in di suatu daerah yang tak pernah terbayangkan tapi membuat penasaran. Dimanakah itu?
Anak Homescholing dan Seleksi MTQ
Saat abinya anak-anak mengabarkan bahwa rumah dinas kami di Nunukan dekat masjid, bahagia rasanya. Karena sewaktu di Balikpapan rumah kami juga dekat masjid dan bagi anak-anak, masjid seperti halnya rumah kedua, selain tempat beribadah juga tempat berkegiatan dan bermain. Berada di masjid membuat anak-anak mencintai masjid dan kami juga merasa aman melepas mereka ke luar rumah. Kami berkeyakinan anak-anak nggak bakalan neko-neko.
Masjid besar Nunukan hanya selemparan tombak dari rumah, berawal dari sinilah kesempatan itu bermula. Mengetahui, anak lelaki kami yang ke 3 ini sudah menghafal 10 juz, pengurus masjid langsung mendaftarkanya mengikuti lomba MTQ tingkat kecamatan mewakili Kelurahan Nunukan Utara pada cabang tahfidz 10 Juz. Kami sama sekali tidak menyangka homeschooler ini dipercaya mewakili lomba, terlebih kami juga baru lima bulan menjadi warna daerah ini.
Persiapan lomba hampir tak ada, bahkan di hari H lomba ia lupa dan hampir tidak pergi ke tempat lomba sampai teman dan pengurus masjid datang menjemput. Pada acara penutupan lomba dan pengumuman pemenang, ternyata namanya dipanggil untuk naik ke atas panggung sebagai juara satu dan berhak mewakili Kecamatan Nunukan maju ke babak selanjutnya di tingkat kabupaten.
Setelah sebulan menunggu akhirnya lomba MTQ tingkat Kabupaten Nunukan diumumkan dan yang terpilih sebagai tuan rumah adalah sebuah kecamatan di wilayah tiga tepatnya di Kecamatan Tulin Onsoi. Dimanakah itu? Wilayah bagian barat Kabupaten Nunukan yang berada di Pulau Kalimantan. Terbayang wilayah pedalaman dengan hutan rimba di sekitarnya. Akan menjadi petualangan seru dan pengalaman tak terlupa selama kami tinggal di sini.
Perjalanan dan Live in di Tulin Onsoi
Nunukan adalah kabupaten yang mempunyai tiga wilayah, wilayah satu Pulau Nunukan, wilayah dua Pulau Sebatik dan wilayah tiga Pulau Kalimantan. Tulin Onsoi adalah sebuah kecamatan yang terletak di wilayah tiga. Daerah kecamatan ini merupakan hasil pemekaran dari kecamatan Sebuku. Sebelah utara wilayah ini berbatasan langsung dengan Malaysia Timur atau Negara Bagian Sabah. Sebagian wilayah ini berupa kebun sawit, persawahan, dan hutan sekunder dan tersier.
Untuk mencapai wilayah ini bisa ditempuh dengan dua jalur. Jalur Sebuku, dimana jalur laut dan sungai lebih panjang dibanding jalan darat lalu masuk kecamatan Tulin Onsoi melalui Kecamatan Sebuku. Menurut beberapa sumber, jalur ini lebih dekat, dengan waktu tempuh sekitar 3 jam tapi resiko di perairannya lebih tinggi terutama ketika melalui jalur sungai. Konon ketika musim dulun, banyak terjadi kecelakaan kapal. Dulun adalah nama arus sungai menurut legenda masyarakat setempat. Dulun berupa arus yang melawan arah, tingginya sekita 3-5 meter dengan gelombang kecil susul-menyusul. Tak ada kapal yang berani melawan dulun karena jarang yang selamat.
Sementara jalur Sungai Ular, jalan daratnya lebih panjang dibanding jalur laut. Masuk ke Kecamatan Tulin Onsoi melalui kecamatan Sei Menggaris. Setelah 1 jam perjalanan di perairan masih harus menempuh jalan darat selama 3 jam.
Jalur Sungai Ular menuju Tulin Onsoi
Dari Nunukan menuju Sungai Ular ditempuh menggunakan kapal klotok, sebuah perahu kayu bermesin diesel. Perjalanan berawal dari Pelabuhan Laut Border Luar (PLBL) Liem Hie Djung di Kelurahan Nunukan Utara, sebuah perahu klotok sewaan telah siap menunggu, setelah semua siap, perahu bergerak ke arah utara melewati border perairan Malaysia. Nampak Pulau Nunukan yang kian jauh di belakang. Beberapa pos penjagaan perbatasan yang berdiri di tepian perairan kami lewati.
Kemudian perahu berbelok ke barat, lalu melintasi jalur perairan yang berkelok-kelok laksana ular dengan pemandangan di kanan kirinya hutan bakau yang lebat. Sesekali terlihat monyet meloncat dari pohon ke pohon, atau kawanan burung bangau yang terbang karena merasa ketenangannya terusik. Suara mesin diesel, kecipak air laut, dan nyanyian hutan bakau berpadu memecah kesunyian. Keren banget lah, mata jadi seger, hati berasa tenang.
Setelah puas melalui perairan yang berkelok-kelok bak gadis yang melenggang dengan elok selama satu jam, sampailah kami di Pelabuhan Sungai Ular. Sebuah pelabuhan kecil tempat persinggahan kapal klotok atau speed yang akan masuk atau keluar wilayah tiga. Dari Pelabuhan Sungai Ular yang terletak di Kecamatan Sei Menggaris ini, perjalanan masih akan berlanjut, sekitar tiga jam melalui jalan darat.
Jalanan di pedalaman yang mulus
Saat mendengar akan melakukan perjalanan ke wilayah tiga, yang terbayang adalah wilayah dengan hutan-hutan belantara dengan pepohonan berkanopi lebar. Namun, apa yang terbayang sungguh berbeda dengan kenyataannya. Nyatanya jalan yang ditempuh halus mulus meski berkelok dan naik turun perbukitan tapi terang benderang dengan kebun-kebun sawit sepanjang jalan. Tak ada hutan lebat, hanya hutan tersier yang tak seberapa luas dan melintasi beberapa desa yang tak seberapa ramai.
Ada beberapa pos penjagaan baik di wilayah Indonesia maupun Malaysia. Ada beberapa jalan persimpangan menuju ke arah wilayah Malaysia. Dan tentu saja, jalan-jalan menuju Malaysia jauh lebih lebar dan lebih mulus. Terbayang kan bedanya pedalaman Indonesia dengan pedalaman Malaysia.
Setelah tiga jam terguncang - guncang di mobil yang melaju kencang di jalanan yang sepi, akhirnya sampailah kami di Kecamatan Tulin Onsoi. Sebuah kecamatan yang cukup ramai untuk ukuran daerah pedalaman. Panitia telah menyiapkan tempat lomba di halaman kantor kecamatan dan sebuah masjid tak jauh dari pusat kegiatan. Kami mendapat tempat menginap di rumah-rumah peduduk setempat.
Live in di desa perkebunan
Di kecamatan ini hanya ada beberapa penginapan sederhana,tapi panitia dalam rombongan kami memilih rumah penduduk sebagai tempat menginap. Tepatnya di Desa Sanur yang berjarak kurang lebih satu kilometer dari tempat lomba. Sebuah desa di perkebunan sawit, dengan jalan desa yang masih berupa tanah merah, sementara di kiri kanan jalan hanya ada beberapa rumah dengan kebun sawit yang luas.
Panitia menyewa dua rumah, satu untuk peserta putri dan ibu-ibu yang mendampingi dan satu lagi untuk peserta putra. Jundi si anak homeschooling itu menginap bersama peserta putra, sementara bundanya sebagai pendamping berada di rumah peserta putri. Sebenarnya tanpa pendamping pun ia bisa mandiri, tapi bundanya nggak mau kalah dong, penasaran ingin tahu wilayah tiga.
Tinggal selama 7 hari di desa ini, sungguh berkesan. Meski desa di daerah pedalaman, namun jaringan internetnya cukup lancar. Sengaja kubiarkan anak ini berkegiatan mandiri, berlatih dan mempersiapkan diri dengan mengulang hafalan, mengurus keperluannya sendiri termasuk mencuci baju. Selepas berlatih dan lomba, ia bermain bersama teman-temannya. Bermain sepak bola di halaman rumah yang luas, atau jalan-jalan seputar perkebunan.
Selayaknya live in di desa, anak-anak merasakan jalan kaki ke mana saja karena tidak ada alat transportasi yang memadai. Menikmati jalan tanah yang berdebu, bermain di alam terbuka, makan dengan hidangan ala desa, menimba air di sumur atau mengamati kegiatan perkebunan penduduk setempat. Dan semua itu tetap membuat mereka gembira.
Berada bersama teman-teman yang bersekolah formal dan merasakan tinggal bareng penduduk di desa meski hanya beberapa hari membuat si homeschooler ini belajar banyak. Selain mengenal wilayah perbatasan dan lingkungan alam pedesaan juga belajar meningkatkan kepekaan sosial, ketahanan dan ketangguhan, serta berlatih berkarakter positif. Sebuah kesempatan belajar yang langka.
Penutup
Mengikuti lomba dan mendapat kesempatan menjelajah wilayah lain di kabupaten ini menjadi pengalaman berharga bagi anak homeschooling. Mendapat kesempatan menikmati perjalanan yang seru dan belajar langsung di lapangan. Proses berlatih dan konsisten juga menjadi bagian penting dalam pembelajaran kali ini. Menjadi juara bukan satu-satunya tujuan, meski pada akhirnya ia tak mendapatkan predikat juara bahkan tim Kecamatan gagal mempertahankan juara umum yang diraih pada tahun sebelumnya, tapi sungguh ini pengalaman yang tak terlupakan.
masya Allah perjalanan penuh berkah
BalasHapusMasyaAllah watabarokallah
BalasHapuskayanya seru sekali pengalaman ikut musyabaqoh tilawatil qurannya bu
Masya Allah... itu pengalaman yang bikin cemburu. Asik banget ananda bisa interaksi langsung denga masyarakat dengan jarak tempuh yang lumayan jauh. Pengalaman berharga yang mungkin tak bisa terlupakan begitu saja.
BalasHapusmasyaAllah keren bangeeeet.. liat gambarnya jadi ingin pulang ke Banjar nih mb..
BalasHapusBundaaaa, saya suka sekali narasinya. Langsung nancep gitu di kepala dan bisa kebayang seberapa jauh perjalanan dan asyik sekali live in di sana :D Oiya selamat untuk putranya yang memenangkan perlombaan :D Barakallah :D
BalasHapusMeski tidak dapet juara, tapi banyak pengalaman yang di dapat, menurut saya itu jauh lebih berkesan...
BalasHapusMudah mudahan di kesempatan lain dapet juara
Masya Allah bun.. aku jadi larut dalam perjalanan dan pengalamannya...
BalasHapusSemoga anak2ku jadi hafiz juga..
Aamiiin..
𝑴𝒆𝒎𝒃𝒂𝒄𝒂 𝒕𝒖𝒍𝒊𝒔𝒂𝒏 𝒃𝒖𝒏𝒅𝒂 𝒕𝒂𝒎𝒊 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒍𝒖 𝒃𝒆𝒓𝒂𝒔𝒂 𝒍𝒂𝒈𝒊 𝒊𝒌𝒖𝒕 𝒂𝒅𝒗𝒆𝒏𝒕𝒖𝒓𝒆 𝒏𝒊𝒉. 𝑱𝒂𝒅𝒊 𝒃𝒆𝒓𝒂𝒔𝒂 𝒊𝒌𝒖𝒕 𝒎𝒆𝒏𝒂𝒑𝒂𝒌 𝒑𝒆𝒓𝒃𝒂𝒕𝒂𝒔𝒂𝒏 𝑰𝒏𝒅𝒐𝒏𝒆𝒔𝒊𝒂 ..
BalasHapusJadi terbawa suasana bagaimana kondisi daerahnya. Senang dnegan yang bunda lakukan, mendidik kemandirian anak saat berada di luar rumah.
BalasHapusMasyaAllah jadi terharu mba Tami, Allah SWT memberikan kejutan pembembelajaran yang istimewa yang penting value nya kita serahkan kepada Allah SWT
BalasHapusMasya Alloh.. Keren banget mba.. Mulai dari sharing tentang home schooling, ibu dr 7 anak, sampai masuk ke pedalaman itu semua adalah pengalaman yg tak terlupakan..
BalasHapus.
Salut..
Terharu saya baca ini :)
Seru seru euy pengalaman bu Tami, menjelajah nusantara, keren banget
BalasHapusWalaupun homeschooling tapi tetap bisa ikut MTQ ya.. Keren mba..
BalasHapusAku kira hanya untuk sekolah formal ajh, maksudnya.. Em... Negri atau swasta gitu..
Masyaa Allah.. Aku kalau baca kisah penghafal quran begini langsung mikir, ini orang tuanya pasti kerja keras luar biasa mendidik anak-anaknya jadi Hafidz quran begini. Banyak air mata dalam proses perjalanannya pasti, salut untuk Ibu sudah mencetak generasi penghafal quran. Insyaa Allah inilah generasi yang akan dijaga Allah SWT.
BalasHapusBarakallah!!
Masya Allaaahh... Sungguh kereeen banget deh bunda Tami ini...
BalasHapusKeren banget Buuun. Alhamdulillah, asyik banget diajak jalan-jalan virtual ke desa💙
BalasHapusMasyaAllah... Ini sebuah pengalaman yang memorable ya bun. Jadi ingat dulu waktu jadi dokter PTT di puskesmas. Sering mendatangi pasien yang sakit yg tinggal di pelosok... Naik perahu padahal gak bisa renang. Btw, salam kenal dari saya, the cupuest
BalasHapusmbak konsen banget di HM ya mbak. aku ntar kalo tanya2 k mbak tami ya, btw aku suka pemandangannya mbak. aku pun suka dg rumah yang dekat dg temoat ibadah baik masjid atau mushola. meksi anak anaku sholihah tapi inginnya mengajarkan kepada mereka bahwa ada rumah allah disekitar kita
BalasHapusMasha Alloh Tabarakallah, seneng ya mbak kalau rmh deket masjid, smoga putra putrinya menjadi hafidz quran Aamiin
BalasHapusBuuun...masyaallah, saya ikut bergoyang-goyang nih di perahu klotok. Ngiri ih, pasti seru banget pengalamannya.
BalasHapusBarakallah ananda...juara bukan tujuan ya nak, insyaallah dah menang di mata Allah memperjuangkan Al Qur'an
Masyaa Allah perjuangan banget ya mba :'(
BalasHapusMasyaallah 10j itu tidak mudah, salut buat bundanya. Barakallah
BalasHapus